Pengertian teori belajar konstruktivisme
Asal kata konstruktivisme adalah “to construct”, yang artinya membangun atau menyusun. Menurut Carin (dalam Angriamurti, 2009) bahwa teori konstruktivisme adalah teori pembelajaran yang menekankan bahwa siswa sebagai pembelajar tidak menerima begitu saja pengetahuan yang mereka dapati, tetapi mereka secara aktif membangun pengetahuan secara individual. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru. Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki. Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
Asal kata konstruktivisme adalah “to construct”, yang artinya membangun atau menyusun. Menurut Carin (dalam Angriamurti, 2009) bahwa teori konstruktivisme adalah teori pembelajaran yang menekankan bahwa siswa sebagai pembelajar tidak menerima begitu saja pengetahuan yang mereka dapati, tetapi mereka secara aktif membangun pengetahuan secara individual. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru. Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki. Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
- Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri,
- Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya,
- Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap,
- Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri,
- Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
- Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya,
- Menggalakkan soalan/idea yang dimulaakan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran,
- Menyokong pembelajaran secara kooperatif mengambil kira sikap dan pembawaan murid,
- Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide,
- Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid,
- Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru,
- Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran,
- Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
- Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah: Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
- Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
- Murid aktif megkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
- Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar
- Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
- Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
- Mencari dan menilai pendapat siswa
- Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
Konstruksi pengetahuan
Untuk memperbaiki pendidikan terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana manusia belajar dan bagaimana cara mengajarnya. Kedua kegiatan tersebut dalam rangka memahami cara manusia mengkonstruksi pengetahuannya tentang objek-objek dan peristiwa-peristiwa yang dijumpai selama kehidupannya. Manusia akan mencari dan menggunakan hal-hal atau peralatan yang dapat membantu memahami pengalamannya. Konstruksi atau Konstruktivisme (Constructivism) adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut pengembang filsafat konstruktivisme Mark Baldawin dan diperdalam oleh Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hannya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya. Pengetahuan, menurut pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah seuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah mempuyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki pengetahuan tersebut. Bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide, dan pengetahuannya tentang sesuatu kepada siswa, pertransferan itu akan diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri.
Proses mengkonstruksi pengetahuan Manusia dapat mengetahui sesuatu dengan menggunakan inderanya. Melalui interaksinya dengan objek dan lingkungan, misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah, membauh, atau merasakan, seseorang dapat mengetahui seuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan, melainkan sesuatu proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya, pengetahuan dan pemahamannya akan objek dan lingkungan tersebut akan mengikat dan lebih rinci. Von Garserfeld (dalam Paul, S., 1996) mengemukakan bahwa ada beberapa yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu;
1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman,
2) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan,
3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya.
Factor-faktor yang juga mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah konstruksi pengetahuan seseorang yang telah tiada, domain pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimiliknya. Pengalaman akan fenomena yangbaru menjadi unsur penting dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan. Keterbatasan pengalaman seseorang pada suatu hal juga akan membatasi pengetahuannya akan hal tersebut.
Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivistik
Proses belajar konstruktivistik secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui prose asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuhkiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan. Peranan siswa (si-belajar). Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan dan pembentukan ini harus dilakuan oleh si-belajar. Ia harus melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.
Peranan Guru. Dalam belajar konstruktivistik,
Guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengethauannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya. Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi;
1) Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak. 2) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa. 3) Menyediakan system dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih. Sarana Belajar. Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belaja adal aktifitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadpinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa ddan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampuh mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional. Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu: 1. Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki. 2. Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti. 3. Strategi siswa lebih bernilai, dan 4. Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya. Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: 1. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri. 2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif. 3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru. 4. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa. 5. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan 6. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif 2.7 Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivistik.
Ø Kelebihan: 1) Pembelajaran konstruktivistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri. 2) Pembelajaran konstruktivistik memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa. 3) Pembelajaran konstruktivistik memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat. 4) Pembelajaran konstruktivistik memberi kesempatan kepada siswa untuK mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks. 5) Pembelajaran konstruktivistik mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka. 6) Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
Ø Kelemahan: 1) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli sehingga menyebabkan miskonsepsi. 2) Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda. 3) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.
Implikasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Bimbingan dan Konseling Menurut para ahli, pengertian implikasi adalah suatu konsekuensi atau akibat langsung dari hasil penemuan suatu penelitian ilmiah. Pengertian lainnya dari implikasi menurut para ahli adalah suatu kesimpulan atau hasil akhir temuan atas suatu penelitian.18 Jan 2016.
Berdasarkan teori belajar dan pembelajaran konstruktivistik maka ada beberapa penerapan dalam bimbingan dan konseling yaitu: 1. Bimbingan kelompok Menurut Romlah (2006) bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa. Ada beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok antara lain: pemberian informasi (ekspositori), diskusi kelompok, pemecahan masalah (problem solving), penciptaan suasana kekeluargaan (home room), permainan peranan (role playing), karyawisata, dan permainan simulasi. 2. Konseling kelompok Menurut Romlah (2006) konseling kelompok adalah usaha bantuan yang diberikan kepada individu dalam situasi kelompok dalam rangka memberikan kemudahan atau kelancaran dalam perkembangan individu yang bersifat perbaikan dan pencegahan. 3. Konseling Teman Sebaya (Peer Konseling) Konseling teman sebaya sebagai suatu ragam tingkah laku membantu secara interpersonal yang dilakukan oleh individu nonprofesional yang berusaha membantu orang lain. Konseling sebaya memungkinkan siswa untuk memiliki keterampilan keterampilan guna mengimplementasikan pengalaman kemandirian dan kemampuan mengontrol diri yang sangat bermakna bagi remaja. Konseling sebaya memberikan kontribusi pada dimilikinya pengalaman yang kuat yang dibutuhkan oleh para remaja yaitu respect.
Reference
Angriamurti
(dalam Siti Mariam, 2014) Teori Belajar
Konstruktivisme, (Online).
Carin
(dalam Anggriamurti, 2009) Teori Belajar Konstruktivisme,(Online). idayoce.blogspot.com/2016/07/teori-belajar-konstruktivisme.html
Degeng (dalam Luthfiyah Nurlela, 2009) Pembelajaran Dalam Pandangan
Konstruktivistik Dan Behavioristik
Degeng, 1999 (dalam C. Asri Buduningsih, 2005; 2) Belajar dan pembelajaran. PT RINEKA
CIPTA, Jakarta
Hanbury (1996: 3) Constructivism: So What? In J. Wakefield and L. Velardi (Eds.).
Celeberating Mathematics Learning (pp.3 - . Melbourne: The Mathematical
Assciation of Victoria.
J. Piaget (dalam H. Yatim Rianto, 2009) Paradigma Baru pembelajaran. KENCANA PRENADAMEDIA GROUP. Jakarta
Tytler (Dalam Surianto, 2009) Teori
Pembelajaran Konstruktivisme.(Online). https://surianto200477.wordpress.com/2009/09/.../teori-pembelajaran-
konstruktivisme
Tytler (dalam Haerudin, 2014) The Relation Between Learning Motivation, Learning Activities, And
Parent’s Attention With Learning Achievement In Accountancy Of X Grade Student
Of Accountancy Majors In Smkn I Kalianda South Lampung Year Of Learning
2010/2011
Umar Tirtarahardja, S. L. La Sulo, 2008: 82. Pengantar pendidikan. PT RINEKA CIPTA,
Jakarta
Undang-Undang
RI Nomor 20 Tahun 2003, SistemPendidikan
Nasional
Von
Galserfeld (dalam Paul, S, 1996) Pengantar
pendidikan. PT RINEKA CIPTA, Jakarta
Von Garserfeld (dalam Suparno. 1996) Makalah Konstruktivisme,(Online). https://thoyibmahwanhayun.wordpress.com/2014/11/07/makalah- konstruktivisme/